Limbah Pabrik Cemari Sungai Cilamaya

Karawangsport
Sungai Cilamaya yang melintasi tiga kabupaten, Subang, Karawang dan Purwakarta, kondisinya saat ini sudah dalam status waspada. Sebab, pencemaran sungai dari limbah industri dan limbah rumah tangga bercampur baur sehingga perlu pengamatan terus menerus jangan sampai berdampak bagi masyarakat.

"Memang kenyataannya demikian bila dibanding sungai lain yang ada di Subang, seperti Sungai Cipunegara, Ciasem dan Cilamaya yang paling parah. Namun dari ketiga kabupaten yang terlintasi tingkat pencemarannya berbeda," kata Presidium Komite Daerah Aliran Sungai dan Lingkungan Hidup (Komdas-LH) Kabupaten Subang, Hendi Sukmayadi yang dihubungi, Kamis (25/9/14).

Ia mengatakan, sudah sejak lama dan sering dipantau oleh dinas terkait adanya limbah industri dan rumah tangga tersebut, namun kenyataannya timbul kembali padahal sungai Cilamaya bermuara ke laut Jawa.
"Kita menduga pencemaran yang terjadi akibat limbah B3 dari industri yang ada sepanjang sungai itu, " katanya. Sebab. di wilayah Subang ada kawasan kawasan indutri yang dilintasi di beberapa titik. Diantaranya di Kecamatan Cipeundeuy dan ada beberapa diantaranya di Kecamatan Patokbeusi.

Diakui Hendi, kalau beberapa tahun sebelumnya di alur sungai tersebut pernah turun tim dari Provinsi Jabar dan telah mengambil sampel air dari saluran pembuangan limbah sejumlah pabrik . Selain itu, mereka juga mengambil sampel air sungai dari beberapa titik tertentu.

"Jadi perlu juga sekarang ditinjau dan diambil sample lagi karena warga di muara sudah mengeluh. Sedangkan bila sungai melintasi beberapa wilayah kabupaten kewenangannya menjadi oleh provinsi, "katanya.
Pjs Kepala Desa Cilamaya Girang Kec.Blanakan, Masturo, S.Ip yang dihubungi terpisah membenarkan, bila setiap tahun menjadi agenda rutin timbulnya limbah di sungai Cilamaya.

"Coba saja lihat airnya hitam dan berbau. Kalau karena musim kemarau warnanya tidak demikian, "ujarnya sambil menunjuk kea rah sungai. Padahal tidak sedikit warga di musim ini menyedotnya dengan pompa untuk keperluan pertanian.

Masturo menyebutkan, kondisi ini rutin terjadi sejak bulan Agustus hingga Oktober atau turun hujan dan berulang setiap tahun.

"Tambak yang ada di muara jelas tidak dapat ditanami ikan, bahkan ada laporan dengan baunya itu banyak warga yang menderita inspeksi saluran pernapasan, "sebutnya. Malahan kata seorang warga, Kadapi, ada pemilik domba yang sempat minum dari air sungai Cilamaya dan tak lama kemudian mati. "Desa kita yang paling ujung terkena dampaknya, disamping 9 desa lainnya yang terlewati sungai Cilamaya, "tambah Masturo.(sNi)

Post Comment